JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, sebagian besar kabupaten/kota menyambut baik diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) antarlima kementerian yang ditandatangani pekan lalu. SKB lima menteri dirumuskan untuk peningkatan mutu pendidikan di seluruh Indonesia dengan menarik kembali urusan guru dari kabupaten/kota ke provinsi dan pusat.
Musliar menjelaskan, SKB lima menteri juga dibuat untuk menjawab keluhan dan permasalahan terkait distribusi guru. Sebab, di beberapa daerah seringkali ditemukan jumlah guru yang melebihi kebutuhan, sedangkan di daerah lainnya justru kekurangan guru.
"Dengan adanya SKB lima menteri, kami mempunyai otoritas untuk mendistribusikan guru," kata Musliar, sesaat setelah membuka diskusi publik bertajuk "Membedah Problematika Guru dan Solusinya", Senin (28/11/2011), di Gedung PGRI, Jakarta.
Pekan lalu, kata Musliar, respons 50 kabupaten/kota atas SKB itu disampaikan dalam sebuah diskusi. Awalnya, diakui Musliar, tak mudah mendapatkan dukungan atas diterbitkannya SKB ini.
"Data sudah siap, semua sudah kita kroscek, dan jika dihitung-hitung mayoritas daerah pasti suka. 2012 kita laksanakan, dan pemerataan distribusi guru akan selesai pada 2013," ungkapnya.
Lima kementerian yang menandatangani SKB tersebut adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Salah satu kesepakatan yang dituangkan dalam SKB tersebut adalah mengenai mekanisme pendistribusian guru yang akan melibatkan lima kementerian.
PGRI pesimistis
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo menyatakan pesimistis dengan efektifitas SKB. Menurutnya, pemerintah daerah, terutama kabupaten/kota sering tidak mengakui kekuatan karena merasa masih memiliki wewenang sesuai yang diatur dalam UU Otonomi Daerah.
"Belum tentu kabupaten/kota mau melaksanakan. Karena masih ada UU otonomi daerah yang kewenangannya lebih kuat. Saya pesimis, terlebih jika pemerintah lemah melakukan pengawalan," saat dimintakan tanggapan secara terpisah.
Selama masih ada UU otonomi daerah, kata dia, pendidikan masih menjadi kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, menurutnya, perlu kesadaran para guru, jika regulasi ini akan mengurangi kewenangan pemerintah daerah demi tata kelola pendidikan yang lebih baik.
"Pemerintah daerah, kabupaten/kota harus segera diajak berdiskusi terkait segala permasalahannya. Dan kami akan memulai itu pada Januari mendatang," kata dia.
Musliar menjelaskan, SKB lima menteri juga dibuat untuk menjawab keluhan dan permasalahan terkait distribusi guru. Sebab, di beberapa daerah seringkali ditemukan jumlah guru yang melebihi kebutuhan, sedangkan di daerah lainnya justru kekurangan guru.
"Dengan adanya SKB lima menteri, kami mempunyai otoritas untuk mendistribusikan guru," kata Musliar, sesaat setelah membuka diskusi publik bertajuk "Membedah Problematika Guru dan Solusinya", Senin (28/11/2011), di Gedung PGRI, Jakarta.
Pekan lalu, kata Musliar, respons 50 kabupaten/kota atas SKB itu disampaikan dalam sebuah diskusi. Awalnya, diakui Musliar, tak mudah mendapatkan dukungan atas diterbitkannya SKB ini.
"Data sudah siap, semua sudah kita kroscek, dan jika dihitung-hitung mayoritas daerah pasti suka. 2012 kita laksanakan, dan pemerataan distribusi guru akan selesai pada 2013," ungkapnya.
Lima kementerian yang menandatangani SKB tersebut adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Salah satu kesepakatan yang dituangkan dalam SKB tersebut adalah mengenai mekanisme pendistribusian guru yang akan melibatkan lima kementerian.
PGRI pesimistis
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo menyatakan pesimistis dengan efektifitas SKB. Menurutnya, pemerintah daerah, terutama kabupaten/kota sering tidak mengakui kekuatan karena merasa masih memiliki wewenang sesuai yang diatur dalam UU Otonomi Daerah.
"Belum tentu kabupaten/kota mau melaksanakan. Karena masih ada UU otonomi daerah yang kewenangannya lebih kuat. Saya pesimis, terlebih jika pemerintah lemah melakukan pengawalan," saat dimintakan tanggapan secara terpisah.
Selama masih ada UU otonomi daerah, kata dia, pendidikan masih menjadi kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, menurutnya, perlu kesadaran para guru, jika regulasi ini akan mengurangi kewenangan pemerintah daerah demi tata kelola pendidikan yang lebih baik.
"Pemerintah daerah, kabupaten/kota harus segera diajak berdiskusi terkait segala permasalahannya. Dan kami akan memulai itu pada Januari mendatang," kata dia.